Haruskah Aku Menjemputnya?

Tumbuh dewasa kukira menyenangkan, ternyata sangat berat untuk dijalani.

Setiap malam aku selalu berpikir dan khawatir bagaimana alur hidupku ke depan, terlebih lagi saat kedua sahabatku menikah dalam waktu dekat, aku merasa tertinggal sangat jauh.

Aku selalu berdoa kepada Allah dan bertanya kapan tiba giliranku?

Kapan aku bisa merasakan cinta dengan tulus dan mempunyai kisah romantis seperti orang lain?

Aku pun ingin merasakannya, bukan hanya menjadi penonton.

Hari-hari yang aku jalani semakin terasa membosankan dan aku selalu merasa kesepian.

Aku ingin pulang tapi Tuhan belum menjemput. Setiap hari aku selalu bertanya, "Ya Allah kapan giliranku dan harus berapa lama lagi aku menanti?" 

Apa Allah beri aku kesempatan untuk mendapatkan cinta sejati dan bahagia karenanya.

Jika Allah tidak mengizinkan aku rela untuk mengembuskan napas terakhir saat ini juga. Aku juga tidak tahu harus menjalani hidup lagi karena tidak punya ambisi untuk meraih mimpi. 

Semua yang aku lakukan hanya untuk mengisi waktu kosong, tapi aku berharap semoga Tuhan memberiku pasangan di waktu yang tepat.

Seseorang yang membuatku lupa jika hari ini aku terluka hebat.

Ilustrasi: seorang wanita yang merindukan jodohnya.
Ilustrasi: seorang wanita yang merindukan jodohnya.

Ternyata memang benar semakin dewasa hanya diri sendiri yang bisa menemani. Kupikir jahat sekali kalau selalu menyalahkan dan merutuki diri sendiri karena merasa tidak punya kemampuan apa pun.

Pertanyaan "kenapa" sepertinya terlalu sering aku ucapkan tanpa tau jawabannya. "Kenapa kok aku belum dapet jodoh? Apa aku bisa dapet pasangan ya? Kenapa perjalanan cintaku serumit ini? Aku beruntung dibidang apa?" 

Tidak bisa yang aku lakukan selain pasrah dan memperkuat doa. Aku percaya di balik ini semua Allah pasti merencakan sesuatu yang sangat indah.

Yang harus aku lakukan hanya bersabar dan tetap optimis. Menata ulang hidup agar lebih jelas dan lebih terarah.

Ketika aku berada di titik paling rendah dan merasa tidak ada siapa pun yang menolong, aku ingin menjadi teman untuk diriku sendiri. Aku juga butuh diriku. Meski rasanya sangat sulit dan aku harus berusaha sekuat tenaga.

Jika yang aku pikirkan hanya cinta mungkin aku bisa gila. Padahal banyak orang di luar sana yang tersiksa dan memilih untuk tidak mengenal cinta. 

Aku masih punya Allah, Sang maha cinta. Karena kuyakin Allah akan mendatangkan seseorang yang tepat dan mampu membuatku bahagia jika waktunya telah tiba.

Mungkin saat ini Allah masih memberi kesempatan untukku berjuang meraih mimpi dan fokus pada karir sebelum bertemu belahan jiwa. Meskipun setiap hari rasanya ingin menyerah dan putus asa. Allah tahu yang terbaik untukku. 

Setiap malam aku selalu berdoa dan meminta kepada Allah agar bisa memberiku kebahagian tanpa batas.

Rasanya sudah sangat lelah jika aku terus menerus menangis karena sesuatu yang memang belum bisa aku dapatkan.

Mungkin memang Allah membiarkan teman-temanku yang lebih dahulu merasakan pahit manis bekeluarga. Aku juga percaya sesuatu yang terburu-buru tidak akan baik hasilnya. Semangat untuk diriku! Kamu gak sendiri kok.

Mungkin sekarang kamu masih diizinkan Allah untuk melakukan apa pun dengan bebas. Memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk berkarya dan memperluas relasi. Sampai nanti Allah memberikan pasangan sehidup sesurga yang bisa membuatku bersyukur atas segala anugerah-Nya. Meningkatkan value agar bisa mencapai yang diinginkan adalah hal yang lebih penting untuk menjadi prioritas.

Oleh AU.

Selesai.

Judul asli: Kapan Giliranku?

Editor: Team AndiNafara, editing dilakukan untuk kebutuhan peblishing, substansi curhat tetap dipertahankan.

Nah itulah tadi curahan hati dari salah saorang pembaca AndiNafara, yang diidentifikasi sebagai AU, terimakasih atas curhatnya.

Kemudian jika kamu ingin curhat juga seperti ini, silahkan langsung masuk ke program kirim curhat dapat cuan.